Dari balik lensa, saya menangkap gemuruh energi yang tak pernah gagal muncul di setiap konser Isyana Sarasvati. Minggu malam itu, di Pos Bloc Medan, saya menyaksikan penyanyi asal Bandung ini membawa energi yang penuh magis. Setiap sorot lampu, setiap not yang ia lantunkan, membungkus penonton dalam harmoni yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Isyana terlihat begitu bersemangat, dan saya rasa itu bukan hanya karena panggungnya. Dari interaksi kecil di sela-sela gladi resik, saya menangkap kesan betapa Medan adalah salah satu tempat yang istimewa baginya. Ia sempat bercerita bahwa energi penonton Medan selalu berbeda—panas, seru, penuh semangat. Bahkan, ia hafal wajah beberapa penggemar yang hadir malam itu, mereka yang tergabung dalam Isyanation. Wajah-wajah yang sama, katanya, selalu hadir setiap kali ia manggung di kota ini.
Saat ia tampil, saya mencoba menangkap emosi di matanya—kecintaan yang mendalam terhadap musik dan, tentu saja, para penggemarnya. Ada kehangatan ketika ia berbicara di panggung tentang rencananya di tahun 2024, tentang bagaimana ia tetap berkarya meskipun harus hidup berdamai dengan autoimun yang dideritanya. Di balik senyum yang ia bagikan pada ribuan penonton, saya tahu ada perjuangan besar. Namun, itu tak pernah mengurangi kilau dirinya sebagai seniman.
Konser malam itu adalah bagian dari tur albumnya, "ISYANA: The 4th Album Showcase" Dari momen ia menyapa penggemarnya hingga bercanda dengan personel bandnya, "The Tutties," semuanya terasa begitu alami. Ia bercerita bahwa hubungan mereka sudah seperti keluarga. Saya melihat chemistry itu langsung melalui lensa saya—bagaimana mereka saling memberi isyarat kecil untuk menjaga ritme pertunjukan, bahkan di saat ada sedikit kekeliruan.
Momen terbaik malam itu? Ketika Isyana menyebut akan terus menghadirkan karya-karya lintas genre untuk Isyanation. Saya mengabadikan senyum bangga dari beberapa fans di barisan depan, seolah mendengar janji itu adalah hadiah terbesar bagi mereka. Dan tak lupa, ia menyinggung tentang mimpinya berduet dengan Dewa 19. Bayangkan, Isyana dan Dewa 19 dalam satu panggung? Itu pasti jadi mimpi yang layak saya tunggu untuk difoto.
Sebagai fotografer musik, malam itu bukan sekadar tentang mengambil gambar, tapi merasakan perjalanan emosi yang terjadi di panggung dan di antara penonton. Dan Medan, seperti yang Isyana katakan, memang punya energi yang sulit dilupakan. Saya setuju. Dari balik lensa, saya menangkap kenangan yang akan selalu ada—bukan hanya untuk Isyana, tapi juga untuk saya.