Dari balik lensa kamera saya, Sustainable Fashion Fest 2024 (SFF2024) adalah lebih dari sekadar festival fesyen. Acara ini menjadi sebuah ruang di mana seni, kreativitas, dan tanggung jawab lingkungan berkelindan menjadi satu narasi yang kuat. Sabtu, 7 Desember 2024, di La Brisa Canggu, saya memotret momen-momen penting yang tak hanya indah secara visual, tapi juga sarat makna.​
Dekorasi yang terbuat dari limbah kain menyambut pengunjung dengan pesan yang begitu nyata: fesyen dapat menjadi alat untuk menyuarakan keberlanjutan. Detail ornamen dari kain-kain bekas yang dimodifikasi menciptakan suasana estetik, sekaligus menyampaikan urgensi untuk mengurangi limbah industri yang mencapai 39 juta ton setiap tahunnya di Indonesia.​​​​​​
Salah satu highlight acara yang saya abadikan adalah Clothes Swap Party. Melalui lensa, saya menangkap kehangatan interaksi antar peserta, dari anak muda hingga keluarga, yang sibuk memilih pakaian yang bisa memberi "kehidupan kedua." Dari sudut pandang saya, pesta tukar pakaian ini adalah simbol perlawanan terhadap budaya fast fashion—memberikan pakaian usia yang lebih panjang tanpa harus membeli baru. Ivana Puspita, Marketing & Communications Manager SFF2024, menyebutkan bahwa acara ini telah mendistribusikan hingga 12.000 pakaian dan mengedukasi ribuan orang. Angka itu tak hanya saya dengar, tapi saya lihat sendiri dalam setiap senyuman dan kepuasan di wajah para pengunjung.
Workshop dan talk show juga tak kalah menarik. Saya mengabadikan para aktivis fesyen berkelanjutan yang berbagi wawasan, mulai dari teknik daur ulang hingga konsep natural dyeing yang menghidupkan kembali kearifan lokal. Saat memotret perjalanan kain tradisional Indonesia di pameran, saya melihat bagaimana warisan wastra Nusantara menjadi pengingat bahwa fesyen berkelanjutan sebenarnya telah ada sejak dulu. "Bahan lokal alami dan warna alam adalah konsep keberlanjutan yang telah diterapkan oleh nenek moyang kita," kata M. Abdul Manaf, penanggung jawab pameran.
Sementara itu, Repair Corner adalah momen yang membuat saya terkesima. Di sini, para penjahit lokal menghidupkan kembali pakaian yang sudah usang. Lewat lensa, saya mencoba menangkap tangan-tangan yang cekatan memperbaiki pakaian, menghadirkan pesan bahwa "memperbaiki lebih baik daripada membuang." Dekorasi dan aktivitas di area ini terasa begitu sejalan dengan tema besar festival: memperpanjang umur pakaian dan mengurangi jejak limbah.
Tak hanya programnya, para pengunjung pun menjadi subjek menarik bagi saya. Mereka datang dengan pakaian unik, banyak di antaranya adalah hasil karya lokal atau barang daur ulang. Gaya mereka berbicara tentang kesadaran yang perlahan tumbuh, bahwa fesyen tak harus merusak lingkungan. Dengan tagar #WearTheChange, mereka menjadi bukti hidup bahwa perubahan dimulai dari diri sendiri.
Annisa Fauziah, Founder TRI Cycle sekaligus Event Leader SFF2024, menyampaikan harapannya melalui festival ini. "Kami ingin orang sadar bahwa produk yang kita pakai sehari-hari, termasuk pakaian, bisa ramah lingkungan," ujarnya. Dan sebagai fotografer, saya merasa terhormat bisa menjadi bagian dari cerita ini, mendokumentasikan sebuah gerakan yang berharap memberi angin segar bagi skena fesyen Indonesia.

Dari foto-foto yang saya hasilkan, saya ingin menunjukkan bahwa fesyen adalah bahasa universal. Namun, bahasa itu harus digunakan dengan tanggung jawab. Bagi saya, setiap klik kamera di SFF2024 adalah upaya untuk menyampaikan pesan bahwa fesyen berkelanjutan bukan hanya tren, melainkan kebutuhan.

You may also like:

Back to Top